Ruangan yang kita bicarakan ini tidak mempunyai furnitur atau wallpaper di dalamnya. Satu-satunya ciri khas dari ruangan ini adalah jendela di seberang pintu. Mr. Widemouth berlari dengan cepat ke ujung ruangan itu dan membuka jendelanya dengan cukup keras. Lalu dia memintaku untuk melihat ke bawah dari jendela itu.
Kami berada di lantai dua, tapi rumah ini terletak di atas bukit. Jadi, kalau kami jatuh dari sudut pandang kami sekarang, kami akan terjatuh, lebih dari ketinggian dua lantai berkat kemiringan bukit ini. “Aku suka berimajinasi di atas sini” jelas Mr. Widemouth. “Aku berandai-andai kalau ada trampolin yang besar dan empuk di bawah jendela lalu aku melompat. Kalau imajinasimu cukup kuat kamu bisa melompat kembali ke atas seperti sebuah bulu. Aku ingin kamu mencobanya.”
Pada waktu itu aku masih berusia lima tahun dan dalam keadaan demam, jadi hanya ada sedikit skeptimisme yang terlintas di benakku saat aku melihat ke bawah dan memikirkannya. “Jarak jatuhnya cukup tinggi” pikirku.
“Tapi di siitu lah serunya. Tidak akan seru kalau kita melompat dari tempat yang pendek. Kalau memang seperti itu, sekalian saja lompat ke atas trampolin yang sesungguhnya.”
Aku bermain-main dengan ide itu, membayangkan diriku jatuh ke atas udara dan memantul kembali ke jendela dari sesuatu yang tidak bisa dilihat mata manusia. Tapi sisi realistis di dalamku menang. “Mungkin lain kali saja”, balasku. “Aku tidak yakin aku punya imajinasi yang cukup kuat. Aku bisa terluka.”
Wajah Mr. Widemouth berubah menjadi kusut, tapi hanya sesaat saja. Kemarahan berubah menjadi kekecewaan. “Baiklah kalau begitu”, katanya. Dia menghabiskan sisa hari itu berdiam di bawah kasurku, diam seperti tikus.
Pagi berikutnya Mr. Widemouth datang dengan membawa sebuah kotak kecil. “Aku mau mengajarimu trik juggling”. “Ini ada beberapa benda yang bisa kau pakai untuk latihan, sebelum aku mulai memberikan pelajarannya.”
Aku melihat kotak itu dipenuhi pisau. “Orangtuaku akan membunuhku!” jeritku. Aku ketakutan ketika Mr. Widemouth membawa pisau ke dalam kamar – benda yang tidak akan orang tuaku izinkan untuk disentuh. “Aku bisa dipukul dan dihukum bertahun-tahun!”
Mr. Widemouth mengerutkan keningnya. “Juggling menggunakan pisau ini sebetulnya menyenangkan. Aku mau kau mencobanya”.
Aku menolak kotak itu. “Aku tidak bisa. Aku bisa kena masalah. Pisau bukan sesuatu yang aman untuk dilempar-lempar ke atas.”
Wajah asam Mr. Widemouth mulai berubah jadi cemberut. Dia mengambil kotak berisi pisau itu dan kembali ke kolong kasur sampai hari itu berakhir. Aku mulai kepikiran sudah berapa sering dia ada di bawah situ.
Aku mulai kesulitan tidur setelah itu. Mr. Widemouth sering membangunkanku di tengah malam. Dia bilang dia menaruh trampolin sungguhan, yang cukup besar, di bawah jendela, Yang sayangnya tidak bisa kelihatan karena gelap. Aku selalu menolaknya dan mencoba tidur kembali, tapi Mr. Widemouth tetap bersikeras. Terkadang dia tetap diam di sampingku sampai pagi hari, terus mendorongku untuk melompat.
Dia sudah tidak menyenangkan lagi.
Satu pagi ibuku datang dan mengizinkanku untuk jalan ke luar. Menurutnya udara segar di luar bisa membantu pemulihanku, apalagi kalau sudah berhari-hari di dalam kamar seperti ini. Dengan gembira aku memakai sepatu dan berlari ke halaman belakang, rindu akan sinar matahari.