in

The Room at the Bottom of the Stairs (Ruangan di Bawah Tangga)

Itulah saat dia berbicara. Bahkan sampai sekarang pun, ketika aku mengingat suaranya. Aku bisa merasakan bulu kuduk ku merinding. Dia hanya mengatakan satu kata, sebuah bisikan keras yang dipenuhi kebencian dan kemarahan: “Penista”. Kemudian dia memukul ku.

Itu merupakan… itu sulit untuk dideskripsikan. Kamu tahu, ketika kamu membuka kulkas di hari yang panas, dan ada semacam gelombang kabut dingin yang keluar dari kulkasmu? Coba bayangkan itu, kemudian kabut itu menghablur menjadi sesuatu yang hampir padat, dan tiba-tiba memukulmu di wajah. Hal itu terasa seperti dipecut di sekitar pipi menggunakan cambuk yang terbuat dari jaring laba-laba. Itu seperti tidak di sana, seperti hembusan udara, tetapi itu menyakitkan dan dingin.

Aku bereaksi seperti anak-anak berusia empat belas tahun lainnya: Aku menjerit memanggil ibuku. Makhluk yang tidak jelas itu pun menyerang lagi, dan lagi, tetapi aku terus menjerit, “Ibu, tolong! Ibu, bangun! Tolong Ibu, Tolong !!” Aku mendengar suara kaki yang berlari, dan pintu kamarku terbuka dengan suara yang keras. Tetapi, yang aku dengar adalah suara pria yang berteriak “Ada apa ini?!”

Dalam sekejap aku merasa lebih takut dengan pria di depan pintu daripada makhluk samar yang sedang menyerangku. Entah bagaimana, ayah telah menemukan kami. Kami sudah membuat semua teman kami bersumpah untuk merahasiakan tempat tinggal kami. Bahkan, semua tindakan hukum sudah kami lakukan agar dia tidak bisa menemukan kami, tetapi dia adalah seorang bajingan yang licik. Dan dia menemukan kami.

Sekarang dia sudah memasuki kamarku dan dia akan membunuhku ketika hantu-hantu ini menahanku.

Suara kaki yang keras itu melangkah ke arah tempat tidurku, dan aku mendengar suara yang sama, tetapi kali ini terdengar tidak yakin dan syok, “Siapa itu? Apa ada orang di sana? Siapa kamu? Apa yang kau lakukan pada adikku?” katanya.

Aku tidak pernah menyadari kalau suara Joey begitu mirip dengan suara ayah sampai malam itu. Aku juga tidak pernah mengatakan itu padanya, dan aku tidak akan melakukannya. Itu bukanlah sesuatu yang perlu diketahuinya.

Meski aku merasa sakit, dingin dan takut, aku juga merasa sangat berterima kasih saat aku melihat wajah Joey yang diterangi oleh cahaya kekuningan dari lampu jalan yang tembus dari gorden kamarku yang tipis. Tampaknya dia menembus makhluk gelap dan dingin itu, menghamburkan mereka seperti asap dan dia meraih ke bawah untuk memberikan pelukan padaku.

Saat ujung jarinya menyentuhku, suara parau itu pun muncul lagi. Sekarang lebih keras dan dipenuhi amarah.

“Tunggu giliran mu!”

Joey menggeram seperti dia dipukul, kemudian aku melihatnya terdiam, kemudian dia mengejang dengan kasar, seperti seseorang yang sedang tersetrum. Lalu dia melayang ke atas, menjauhiku. Aku berhasil memutar kepalaku dan melihat kakak ku, orang yang begitu besar, terbang ke belakang dan masuk ke dalam lubang gelap di dalam lemari pakaianku.

Terdengar hentakan yang keras saat dia menabrak lemari, dan lemari itu tergoyang ke belakang dan menabrak dinding. Setelah itu kedua pintunya yang besar pun tertutup dengan keras.

What do you think?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Wanita Di Dalam Oven

A Woman in the Oven (Wanita Di Dalam Oven)

The Final Victim (Korban Terakhir)