Namun, setelah beberapa bulan, keadaannya menjadi lebih buruk. Bukan lagi karena musik dan tawa, tetapi tetangga menelepon polisi karena mereka mendengar suara jeritan dan tangisan. Kabar yang beredar mengatakan kalau pemimpin kultus itu telah menjadi obsesif.
Dia mengkonsumsi LSD dengan jumlah yang banyak, dan membuat “Karya Suci” dibawah petunjuk dari “Dewa-Dewa Kuno”. Bahkan ada kabar yang mengatakan kalau ada beberapa calon anggota yang dihukum karena dianggap melakukan “penistaan”. Entah apapun maksud dari itu.
Ada juga beberapa dari mereka yang dikunci di dalam lemari selama beberapa hari. Aku harap itu bukanlah lemari tua kokoh yang ada di kamarku. Tetapi, ternyata itu memang lemariku.
Seperti yang pernah ku katakan, meskipun ibu tidak menganut satu agama secara spesifik, dia sangat percaya dengan akhirat, dan meskipun ibu tidak tahu kalau mereka itu hantu, iblis, atau apalah itu, ibu yakin kalau makhluk yang tak kasat mata tersebut bisa memengaruhi kehidupan orang normal.
Cerita-cerita yang dikatakan oleh tukang koran tersebut sudah cukup untuk membuat ibu khawatir, jadi ibu memutuskan kalau ada sesuatu yang harus dilakukannya.
Pertama-tama, dia mengumpulkan aku dan Joey dalam satu ruangan, dan menanyakan apakah kami mengalami kejadian aneh. Pada awalnya, kami ragu untuk bercerita, kami merasa malu. Tetapi ketika dia bercerita tentang suara-suara di genteng dan pada jendela, aku langsung merinding.
Aku menceritakan kalau pintu yang mengarah ke ruangan di bawah tangga itu terbuka, dan mendeskripsikan karya seni pada dindingnya. Ibu mengangguk, dan menceritakan pada kami tentang seniman gila yang membuat rumah ini sebagai tempat pemujaan untuk kepercayaannya yang aneh. Semua cerita itu membuat Joey ikut berbicara. Dan dia menceritakan kisahnya.
Meskipun terdengar aneh, tetapi setelah menceritakan semua itu, kami merasa lega. Itu seperti pengalaman bonding dengan keluarga. Itu merupakan hal yang mempersatukan kami. Kami pun memikirkan solusi. Langkah pertama yang kami sepakati adalah, kami harus mengecat pintu dan menutup gambar mata yang mengganggu tersebut.
Mungkin itu merupakan tindakan yang agresif untuk makhluk apapun yang sedang berbagi rumah dengan kami, tetapi pada saat itu, kami tidak menyadari kalau itu akan menyinggung mereka. Kami bahkan tidak mempertimbangkan kalau mereka akan memberontak.
Ibu tidak meminta izin kepada pemilik kontrakan sebelum mengecat pintu itu — Ibu sangat marah karena mereka tidak memberitahu tentang sejarah rumah tersebut, dan kalau mereka marah karena ibu mencat pintunya tanpa izin, maka mereka harus bisa menjelaskan mengapa mereka bahkan tidak mengatakan apapun tentang gambar mata tersebut.
Lalu, Ibu pergi ke toko bangunan di sekitar rumah dan membeli satu kaleng cat kecil berwarna krem dan sebuah kuas yang murah.
Saat ibu mengecat, Aku duduk di anak tangga paling atas dan melihatnya, seperti semacam mandor pabrik. Ibu mengenakan baju lama dan rambut pirangnya yang panjang diikat. Ibu juga melapisi anak tangga agar tidak terkena tetesan cat.