Mereka menatapku tanpa berkata apa-apa. Anak perempuan ini terus memegang lengan bajuku.
“Kau baik-baik saja?” tanyaku. Pada saat itu aku sudah basah kuyup dan ingin cepat kembali ke mobil. “Apa kau butuh bantuan?”
Tapi mereka tetap terdiam. Aku berdiri dalam keadaan canggung, tidak tahu harus berbuat apa. Tapi, tiba-tiba gadis itu mulai memegang erat tanganku dengan kekuatan yang luar biasa; aku merasa dia bisa menarikku sampai jatuh.
Alarm mulai berbunyi dengan keras di dalam otakku. Aku merasa harus secepat mungkin melepaskan diriku dari genggamannya dan meninggalkan mereka di tengah hujan.
“Baiklah…”, dengan hati-hati aku menarik lenganku; rasa gugup ikut muncul karena aku tidak tahu bagaimana mereka akan bereaksi. “Kalau kalian tidak butuh apa-apa aku akan pergi.”
Gadis itu melepaskan genggamannya tanpa berkata apa-apa. Saat aku menengok ke belakang sambil berjalan ke mobil, aku melihat mereka masih menatapku; walaupun aku tidak bisa melihat mata mereka, tapi aku bisa merasakan intensitas tatapan mereka terus mengikutiku, tidak peduli seberapa jauh aku berjalan dari mereka. Setelah itu, aku tidak menoleh ke belakang lagi.
Aku mulai mempercepat langkahku sambil mengeluarkan kunci mobil dari kantong celana. Hujannya terasa sangat dingin. Aku membuka pintu mobil dan teringat sekaleng sup mi ayam yang masih tersisa di pantri, tapi di saat yang bersamaan… aku menyadari ada noda yang ditinggalkan gadis tadi pada lengan bajuku.
Warnanya segelap tinta dan berbentuk seperti jarinya yang kecil. Aku mencoba menghapusnya dengan jempolku, tapi noda itu tidak menghilang sedikit pun. Aku hanya bisa menghela nafas sambil melihat ke atas. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihat pintu belakang tiba-tiba terbuka, dan gadis tadi duduk di dalamnya.
Dia melepaskan topi dengan tangannya, yang keduanya terlihat bersih walaupun tangan itu meninggalkan noda di jaketku. Kepalanya tertunduk, dengan rambut kusutnya menutupi wajah… seperti gorden.
“Hei!” aku berusaha menjaga nadaku agar tidak terlihat ketakutan.. tapi gagal. “Apa yang kau lakukan di sini?”
Dia hanya duduk terdiam, sambil meremas dan memutar-mutar pinggiran topinya dengan kasar, dan aku rasa sebentar lagi itu akan robek.
Akhirnya aku mencoba memberanikan diri. “Dengar”, aku mengatakannya setenang mungkin, “kalau ada sesuatu yang salah, aku tidak bisa membantumu kecuali kamu menceritakannya”. Aku mengeluarkan ponselku dari celana, “mungkin lebih baik kupanggil polisi saja dan kau bisa menceritakannya ke mereka…”